HENDRA’S BLOG

BERSAMA HENDRA, KITA BERBAGI (SHARING) INFORMASI DAN MENGEMBANGKAN ILMU PENGETAHUAN (SCIENCE AND KNOWLEDGE DEVELOPING) UNTUK HIDUP LEBIH BAIK

24 pemikiran pada “HENDRA’S BLOG

  1. minta ijin ambil teori tentang perencanaan strategis sekolahnya pak, terimakasih banyak materinya sangat detail

  2. PAK web ini bagus jadi bisa menghafal di mana saja dan selain itu singkat padat dan jelas salam kenal.

  3. sangat berterimakasih pak ilmu yang bapak kasih di kls 8 sangat berguna di SMA
    terimakasih yah pak 🙂 {()}
    LOVE YOU IPS ❤

  4. salam aleyk…maturnuwun atas sharing ilmunya….salam kenal,

  5. Nama: Fitriyani Sulisman
    Prodi: IPS (2)
    NPM: BID 120005
    Fakultas: FKIP UNIBBA
    Materi: Tradisi dan budaya daerah

    Indonesia merupakan negara yang kaya akan tradisi dan kebudayaan, akan tetapi kini budaya dan tradisi tersebut terancam hilang karena banyaknya pengaruh kebudayan asing yang justru lebih diterima oleh masyarakat kita, memang menyedihkan disaat budaya asing dengan deras memasuki indonesia dan diterima dengan antusias oleh masyarakatnya, justru pada saat itulah budaya asli indonesia terkikis perlahan dan hampir punah, hal tersebut diperparah dengan adanya usaha pengambil alihan, pengklaiman atau bahkan pencurian budaya indonesia yang justru hal tersebut dilakukan oleh bangsa asing. sangat ironis, oleh karena itu dibutuhkan kesadaran serta kearifan kita semua sebagai warga Indonesia guna membangun kembali karakter bangsa sehingga transisi budaya yang melahirkan krisis identitas diri bangsa Indonesia akan bisa diatasi dan pada akhirnya budaya Indonesia sebagai jati diri bangsa ini dapat terus terpelihara dan dapat diwariskan sebagai kekayaan bangsa kepada para generasi penerus. “HIDUP BUDAYA INDONESIA”……….

  6. Nama: Fitriyani Sulisman
    Prodi: IPS (2)
    NPM: BID 120005
    Fakultas: FKIP UNIBBA
    Materi: Sosiologi Keluarga

    Menurut saya keluarga adalah sebuah lingkungan kecil dimana pondasi awal dari perjalanan hidup seorang manusia atau bahkan sebuah Negara dimulai, keluargalah yang akan membetuk sebuah karakter serta kepribadian manusia baik secara positif maupun negatif.
    Sebagai sebuah keluarga kecil atau besar, kelompok manusia didalamnya itu merupakan bukti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia akan sangat bergantung pada manusia lainya yang akan menimbulkan hubungan timbal balik secara berkesinambungan. Contoh: hubungan orang tua dan anak, kewajiban orang tua adalah memelihara dan mendidik anak sedangkan anak berkewajiban untuk menerima didikan serta mematuhi orang tuanya.
    Keluarga juga merupakan sebuah tujuan hidup dari seorang manusia, dari mereka kecil hingga akhirnya dewasa mereka akan tetap ada dalam naungan sebuah keluarga. Semua yang manusia lakukan tidak akan terlepas dari kepentingan keluarga. Oleh karena itu maka alangkah baiknya bila kita dapat membentuk dan memelihara sebuah keluarga dengan sebaik-baiknya. Karena dalam suatu lingkunganbesar yaitu Negara atau masyarakat secara luas, didalamnya pasti ada sebuah keluarga sebagai lingkungan kecil dimana segalanya berawal.

  7. Nama: Fitriyani Sulisman
    Prodi: IPS (2)
    NPM: BID 120005
    Fakultas: FKIP UNIBBA
    Materi: Pranata Sosial

    Menurut saya pranata sosial sangat dibutuhkan untuk dipelajari setiap orang karena di dalam kehidupan manusia terdapat masalah-masalah soaial yang bisa kita atasi apabila kita mengerti tentang pranata social sebagai solusi untuk menyeimbangkan pola kehidupan.
    Salah satu yang saya cermati dalam pranata social adalah pentingnya pendidikan sebagai syarat mutlak di masa sekarang untuk menjalankan kelangsungan hidup. Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar ketika seseorang mempunyai harapan serta pandangan hidup kearah kemajuan dan dengan hal tersebut maka akan tercipta manusia yang mampu menjalani hidup yang lebih baik dan berkualitas. Pendidikan adalah kebutuhan primer yang sangat diperlukan oleh masyarakat, tanpa pendidikan maka manusia akan terjebak didalam kebodohan dan kemiskinan.

  8. ass..pa sya mau nyusun proposal sripsi..judulnya adalah pengaruh tingkat ekonomi keluarga terhadap motivasi belajar IPS di SMP.. pa tingkat ekonomi kan pasti berhubungan dgn penghasilan, kemudian cra penelitiannya gmn?

  9. Nama : Ayu Indriani Rinto
    NIM : BID090180
    Prodi : Pendidikan IPS

    Terimakasih banyak pak, atas ilmu yang bapak berikan selama ini. Ini sangat membantu saya baik dalam perkuliahan maupun diluar perkuliahan.

  10. mantep………..slam ya buat mahasiswa n mahasiswi IPS…..

    I LOVE IPS

    Dety Mulyanti, M.Pd
    Ketua Prodi IPS

  11. Nama : Asep andriansyah
    Prodi : ips
    Nim : BID 11001

    PENYIMPANGAN SOSIAL
    Penyimpangan sosial atau perilaku menyimpang, sadar atau tidak sadar pernah kita alami atau kita lakukan. Penyimpangan sosial dapat
    terjadi dimanapun dan dilakukan oleh siapapun. Sejauh mana penyimpangan
    itu terjadi, besar atau kecil, dalam skala luas atau sempit tentu akan berakibat
    terganggunya keseimbangan kehidupan dalam masyarakat.
    Suatu perilaku dianggap menyimpang apabila tidak sesuai dengan nilai-nilai dan
    norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat atau dengan kata lain
    penyimpangan (deviation) adalah segala macam pola perilaku yang tidak berhasil
    menyesuaikan diri (conformity) terhadap kehendak masyarakat.
    Bagaimana,apakahAndadapatmemahami?
    Atau belum, marilah kita pelajari beberapa definisi para ahli, untuk memperjelas
    pengertian penyimpangan sosial.
    teori secara biologis

    Menurut teori ini penyimpangan disebabkan adanya cacat tubuh, mereka cacat fisik dan mental yang parah tidak dapat menerapkan segenap perilaku yang diharapkan. Mereka tidak dapat mernyesuaikan diri dalam proses perrgaulan hidup. Namun, penyimpangan yang disebabkan ketidakmampuan biologis untuk menyesuaikan dirinya merupakan bagian kecil dari semua bentuk penyimpangan yang ada.
    Beberapa tokoh diantaranya Lambroso, Hooton, Sheldon, Von Hentig, dan Kretschmer mengadakan berbagai studi dan menyimpulkan bahwa orang dengan .tipe tubuh tertentu lebih cenderung melakukan perbuatan menyimpang.
    Sheldon mengidentifikasikan tipe tubuh menjadi tiga tipe dasar yaitu :
    Setiap tipe tubuh mempunyai kecenderungan sifat-sifat kepribadian. Contohnya penjahat pada umumnya bertipe mesoporph.
    Sedangkan Cesare Lombroso seorang kriminolog dari Italia berpendapat bahwa orang jahat memiliki ciri-ciri ukurang rahang dan tulang pipi panjang, memiliki kelainan pada mata yang khas, tangan dan jari kaki relatif sangat besar, dan susunan gigi abnormal.
    Teori biologis mendapat banyak kritikan dan diragukan kebenarannya sehingga para ilmuwan social beranggapan bahwa faktor yang secara relatif tidak penting pengaruhnya terhadap penyimpangan perilaku.

  12. Studi Gender di dunia
    Persoalan “Gender” di Dunia Ketiga

    • Meskipun persoalan gender dapat menimbulkan konflik namun gender juga dapat memainkan peran yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

    • Sejumlah persoalan perempuan akibat ketimpangan gender di Dunia Ketiga antara lain:

    1. Kekerasan dalam rumah tangga.
    2. Diskriminasi terhadap perempuan di bidang kesehatan.
    3. Diskriminasi terhadap perempuan di bidang pendidikan.
    4. Diskriminasi terhadap perempuan di bidang politik.
    5. Diskriminasi terhadap perempuan di bidang agama.
    6. Diskriminasi terhadap perempuan dalam organisasi.
    7. Diksriminasi terhadap perempuan di tempat kerja.
    8. Pembedaan upah.
    9. Pelecehan seksual, dsb.

    • Secara keseluruhan, perempuan memperoleh lebih banyak tanggung jawab dalam beberapa bidang, tetapi sering tidak mendapat otoritas dan kekuasaan untuk membuat keputusan.

    • Persoalan gender di negara2 Dunia Ketiga pada umumnya juga terkait dengan persoalan kekerasan terhadap perempuan.

    • Kekerasan terhadap perempuan memiliki akar yang sangat mendalam di banyak kelompok masyarakat tertentu. Sebab, kekerasan terhadap wanita dan anak2 –terutama anak2 perempuan— dipandang sebagai “wujud pelaksanaan kekuasaan yang dibenarkan”.

    • Masalah kekerasan terhadap perempuan telah menjadi sorotan pada The 4th World Conference on Women tahun 1995 di Beijing.

    • Ke-12 Persoalan Perempuan yang disorot dalam Konferensi Beijing 1995 adalah:

    1. Perempuan dan kemiskinan.
    2. Kesempatan pendidikan dan pelatihan perempuan.
    3. Perempuan dan kesehatan.
    4. Kekerasan terhadap perempuan.
    5. Perempuan dan konflik bersenjata.
    6. Perempuan dan ekonomi.
    7. Perempuan dalam kekuasaan dan pembuatan keputusan.
    8. Mekanisasi bagi kemajuan perempuan.
    9. Hak azasi perempuan.
    10. Perempuan dan media.
    11. Perempuan dan lingkungan.
    12. Kekerasan terhadap anak perempuan.
    • Indikator ketimpangan gender di Indonesia berdasarkan Data Susenas tahun 2003:

    1. Persentase penduduk perempuan berusia 10 tahun ke atas yang tidak atau belum pernah sekolah mencapai 11,56% sedangkan laki2 hanya 5,43%.
    2. Persentase perempuan yang buta huruf mencapai 12,28% sedangkan laki2 hanya 5,84%.
    3. Dari setiap 25 Pejabat Eselon I dan II di birokrasi pemerintah, hanya ada 1 orang perempuan.
    4. Mayoritas 54% Guru SD adalah perempuan, namun perempuan yang menjadi Kepala Sekolah SD kurang dari 15%.
    5. Lebih dari 75% pemilih dalam Pemilu 1999 adalah perempuan, namun yang duduk di DPR dan DPRD rata2 kurang dari 9%. Bahkan, di beberapa DPRD Kabupaten/Kota ada yang tidak memiliki wakil perempuan.
    6. Kuota di parlemen untuk perempuan Indonesia adalah 30%, namun dalam Pemilu 2004 hanya terisi 11,6% sehingga representasi perempuan Indonesia di parlemen saat ini hanya menduduki peringkat ke-97 dari 137 negara. Bandingkan dengan representasi perempuan di Parlemen Afghanistan sebagai negara demokrasi muda yang mencapai 27,7% sedangkan kuota yang disediakan bagi perempuan adalah 25%!

    • Lima (5) Kondisi Penyebab Ketimpangan Gender yang Menghambat Upaya Pemberdayaan Perempuan Menuju Kesetaraan Gender sebagaimana dikemukakan oleh Andarus Darahim dalam http://www.menegpp.go.id:

    1. Masih kuatnya paham patriarki dalam tata nilai sosial budaya yg berlaku, yaitu keberpihakan yg berlebihan kepada kaum laki2 yg diwariskan secara turun-temurun.
    2. Banyak produk hukum dan peraturan per-UU-an yg berlaku baik formal maupun informal (Hukum Adat) yang sifat dan implementasinya “bias gender”.
    3. Adanya kecenderungan dalam proses dan tujuan pembangunan yang bersifat “bias gender”.
    4. Kondisi2 tsb terjadi akibat banyaknya penafsiran ajaran agama yg kurang tepat karena terlalu terfokus pada pendekatan tekstual (tersurat) dan parsial (sepotong2) di bidang kontekstual (tersirat) serta holistik (menyeluruh).
    5. Kaum perempuan sendiri masih kurang konsisten, ragu2, dan bahkan tidak percaya diri dalam memperjuangkan hak2nya.

    • Salah satu persoalan pelik dalam kaitannya dengan masalah gender adalah kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di wilayah privat (rumah tangga), yakni masih kuatnya pandangan bahwa rumah tangga adalah ruang privat (domestik) dan orang lain tidak perlu turut campur.
    • Ketika terjadi masalah di dalam rumah tangga, anggota keluarga pun tidak merasa perlu membaginya dengan orang lain, apalagi sampai melaporkannya pada yang berwajib. Tetangga yang tahu pun pada umumnya bersikap tidak merasa berkewajiban melaporkan terjadinya KDRT di rumah tangga milik tetangganya karena alasan privat ini.

  13. ama : Yuliana.Anggraini

    NIM : BID090110

    Tugas : Gender

    PERAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI

    Saat ini perempuan Indonesia dinilai masih jauh tertinggal, dibandingkan dengan perempuan negara-negara maju lainnya. Indikator hal tersebut dapat dilihat dari tiga hal yaitu :

    1. Aspek ekonomi. Kaum perempuan Indonesia masih banyak yang berada dalam garis kemiskinan. Rendahnya pendapatan dan kurangnya akses dalam perekonomian membuat kaum perempuan Indonesia semakin terpuruk. Saat ini 4,7 juta perempuan di Indonesia masih menganggur. Masih kuatnya budaya patriarki juga menyebabkan ketimpangan sosial. Sehingga, kaum perempuan sulit mengakses pekerjaan, pendidikan dan aktualisasi diri.

    2. Aspek pendidikan. Dari jumlah perempuan pekerja di Indonesia sekitar 81,15 juta orang dan 56 persen atau 45,4 juta orang di antaranya hanya berpendidikan SD. Hanya 4,7 persen atau 3,8 juta yang berpendidikan akademi atau sarjana, data BPS tersebut juga menunjukkan bahwa banyak kasus anak perempuan terpaksa tidak bersekolah untuk mengurangi biaya pendidikan yang ditanggung keluarganya dan terpaksa masuk ke angkatan kerja mencari nafkah bagi keluarganya, dan lebih banyak anak perempuan usia sekolah yang bekerja dibandingkan anak laki-laki. Jumlah buta aksara perempuan masih 2 kali lipat dari laki-laki (perempuan 12,28%, laki-laki 5,48%) dan rata-rata lama bersekolah perempuan (7,1 tahun) lebih rendah daripada laki-laki (8,0 tahun). Jumlah sarjana perempuan yang masih di bawah 5%

    3. Aspek kesehatan. Derajat kesehatan kaum perempuan juga sangat memprihatinkan. Walaupun Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sudah menurun, namun ternyata masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN. AKI di Indonesia terakhir berada di angka 228/100.000 kelahiran hidup setelah sebelumnya sebesar 307/100.000 kelahiran hidup.

    Perempuan dan Pembangunan

    Pemerintah telah menerbitkan Inpres No. 9/2000 tentang Pengarus utamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, sebagai acuan memaksimalkan potensi perempuan dalam pembangunan. Dalam keluarga, kaum perempuan merupakan tiang keluarga, kaum perempuan akan melahirkan dan mendidik generasi penerus. Kualitas generasi penerus bangsa ditentukan oleh kualitas kaum perempuan sehingga mau tidak mau kaum perempuan harus meningkatkan kualitas pribadi masing-masing.

    Tidak mungkin akan terbentuk keluarga yang berkualitas tanpa meningkatkan kualitas perempuan. Kualitas pendidikan perempuan juga merupakan aspek yang sangat penting bagi pembangunan bangsa. Kaum perempuan harus berusaha meraih jenjang pendidikan setinggi mungkin. Peningkatan derajat kesehatan perempuan juga seiring dengan upaya peningkatan akses pendidikan, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana dan pelayanan kesehatan.

    Terlepas dari semua kekurangan dan keterbatasan perempuan Indonesia, saat ini perempuan Indonesia berbeda dengan perempuan Indonesia masa lalu. Bila dulu perempuan Indonesia beraktivitas hanya di sekitaran keluarga dan rumah tangga, kini bisa disaksikan bagaimana perempuan Indonesia berperan hampir dalam setiap bidang pekerjaan dan profesi.

    Bahkan, salah seorang presiden Indonesia adalah perempuan. Tidak sedikit pula yang berprofesi sebagai pimpinan dalam perusahaan atau lembaga. Hal ini menunjukkan bagaimana kualitas perempuan Indonesia, sesungguhnya tidak kalah dari kaum laki-laki. Oleh karena itu, optimisme akan pembangunan nasional dan daerah yang bertumpu pada semua pihak akan terselenggara dengan baik. Dukungan semua pihak tetap diperlukan, agar keseimbangan yang telah terjadi selama ini, dapat terus disempurnakan, saling mengisi dan memberikan kontribusi pada pembangunan daerah dan nasional.

  14. Restu, Mahasisa IPS UNIBBA
    NIM 090107
    Masalah gender

    Gender bisa dipertukarkan satu sama lain, gender bisa berubah dan berbeda dari waktu ke waktu, di suatu daerah dan daerah yang lainnya. Oleh karena itulah, identifikasi seseorang dengan menggunakan perspektif gender tidaklah bersifat universal. Seseorang dengan jenis kelamin laki-laki mungkin saja bersifat keibuan dan lemah lembut sehingga dimungkinkan pula bagi dia untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan pekerjaan-pekerjaan lain yang selama ini dianggap sebagai pekerjaan kaum perempuan. Demikian juga sebaliknya seseorang dengan jenis kelamin perempuan bisa saja bertubuh kuat, besar pintar dan bisa mengerjakan perkerjaan-pekerjaan yang selama ini dianggap maskulin dan dianggap sebagai wilayah kekuasaan kaum laki-laki. Disinilah kesalahan pemahaman akan konsep gender seringkali muncul, dimana orang sering memahami konsep gender yang merupakan rekayasa sosial budaya sebagai “kodrat”,
    Pembedaan laki-laki dan perempuan berlandaskan gender mungkin tidak akan mendatangkan masalah jika pembedaan itu tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities) baik bagi kaum laki-laki maupun bagi kaum perempuan. Meski ketidakadilan itu lebih banyak dirasakan oleh kaum perempuan, sehingga bermunculanlah gerakan-gerakan perjuangan gender.
    Ketidakadilan gender tersebut antara lain termanifestasi pada penempatan perempuan dalam stratifikasi sosial masyarakat, yang pada kelanjutannya telah menyebabkan kaum perempuan mengalami apa yang disebut dengan marginalisasi dan subordinasi.
    a. Marginalisasi
    Proses marginalisasi, yang merupakan proses pemiskinan terhadap perempuan, terjadi sejak di dalam rumah tangga dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga laki-laki dengan anggota keluarga perempuan. Marginalisasi juga diperkuat oleh adat istiadat maupun tafsir keagamaan. Misalnya, banyak diantara suku-suku di Indonesia yang tidak memberi hak kepada kaum perempuan untuk mendapatkan waris sama sekali atau hanya mendapatkan separuh dari jumlah yang diperoleh kaum laki-laki.
    a. Kerja domestik tidak dihargai setara dengan pekerjaan publik.
    b. Perempuan sering tidak mempunyai akses terhadap sumber daya ekonomi,waktu luang dan pengambilan keputusan.
    c. Perempuan kurang didorong atau memiliki kebebasan kultural untuk memilih karir daripada rumah tangga atau akan mendapat sanksi sosial.
    d. Perempuan sering mendapat upah yang lebih kecil dibanding lelaki untuk jenis pekerjaan yang setarae.
    e. Perempuan sering menjadi korban pertama jika terjadi PHKf.
    f. Izin usaha perempuan harus diketahui ayah (jika masih lajang & suami jikasudah menikah, permohonan kredit harus seizin suamig.
    g. Pembatasan kesempatan di bidang pekerjaan tertentu terhadap perempuanh.
    h. Ada beberapa pasal hukum dan tradisi yang memperlakukan perempuantidak setara dengan laki-laki : harta waris, gono-gini, dst.i.
    i. Kemajuan teknologi sering meminggirkan peran serta perempuan.

    b. Subordinasi atau penomorduaana.

    Pandangan berlandaskan gender juga ternyata bisa mengakibatkan subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional berakibat munculnya sikap menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting.
    Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya.
    Salah satu konsekuensi dari posisi subordinat perempuan ini adalah perkembangan keutamaan atas anak laki-laki. Seorang perempuan yang melahirkan bayi laki-laki akan lebih dihargai daripada seorang perempuan yang hanya melahirkan bayi perempuan. Demikian juga dengan bayi-bayi yang baru lahir tersebut. Kelahiran seorang bayi laki-laki akan disambut dengan kemeriahan yang lebih besar dibanding dengan kelahiran seorang bayi perempuan.
    Subordinasi juga muncul dalam bentuk kekerasan yang menimpa kaum perempuan. Kekerasan yang menimpa kaum perempuan termanifestasi dalam berbagai wujudnya, seperti perkosaan, pemukulan, pemotongan organ intim perempuan (penyunatan) dan pembuatan pornografi.
    a. Masih sedikit perempuan yang berperan dalam level pengambil keputusandalam organisasi / pekerjaanb.
    b. Perempuan yang tidak menikah atau tidak punya anak dianggap lebihrendah secara sosial sehingga ada alasan untuk poligami.c.
    c. Perempuan dibayar sebagai pekerja lajang atau bahkan dikeluarkan karenaalasan menikah atau hamil,.
    d. Ada aturan pajak penghasilan perempuan lebih tinggi dari laki-laki karenaperempuan dianggap lajang..
    e. Beberapa pasal hukum tidak menganggap perempuan setara dengan laki-laki misalnya : pendirian izin usaha, pengelolaan harta (suami wajibmengemudikan harta pribadi isteri).
    f. Dalam materi pendidikan agama Islaam tentang hukum waris masih menjdisebuah fenomena

    c. Stereotype (pelabelan negative) terhadap jenis kelamin tertentu, terutama kaum perempuan dan akibat dari stereotype itu terjadi diskriminasi serta berbagai ketidakadilan lainnya. Dalam masyarakat banyak sekali stereotype yang dilabelkan pada kaum perempuan yang akibatnya membatasi, menyulitkan, memiskinkan dan merugikan kaum perempuan. Semua bentuk ketidakadilan gender diatas sebenarnya berpangkal pada satu sumber kekeliruan yang sama, yaitu stereotype gender laki-laki dan perempuan.Stereotype itu sendiri berarti pemberian citra baku atau label/cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat.Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok lainnya.
    d. Kekerasan (violence) terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan, karena perbedaan gender. Kekerasan di sini mulai dari kekerasan fisik seperti pemerkosaan dan pemukulan, sampai kekerasan dalam bentuk yang lebih halus seperti pelecehan.

    Gender Dalam Masalah Kekerasan Terhadap Perempuan
    Pemahaman terhadap konsep gender sangat diperlukan mengingat dengan konsep ini telah lahir suatu analisis gender. Analisis gender dalam sejarah pemikiran manusia tentang ketidakadilan sosial dianggap suatu analisis baru, dan mendapat sambutan akhir-akhir ini. Analisis gender merupakan analisis kritis yang mempertajam dari analisis kritis yang sudah ada, seperti analisis kelas oleh Karl Marx, analisis hegemony ideologi oleh Gramsci, analisis kritis (Critical Theory) dari mazhab Frankfurt, dan analisis wacana oleh Fucoult. Tanpa analisis gender kritik mereka kurang mewakili semangat pluralisme yang diimpikan. Tanpa mempertanyakan gender terasa kurang mendalam (Fakih, 1996a: 4-5).
    Peran gender yang berbeda juga menimbulkan ketidakadilan, terutama bagi perempuan. Diantara beberapa manifestasi ketidakadilan yang ditimbulkan oleh adanya asumsi gender adalah tindak kekerasan terhadap perempuan. Berikut akan diuraikan dari aspek terjadinya kekerasan terhadap perempuan disertai analisis dari temuan penelitian.
    Kekerasan (violence) terhadap perempuan karena adanya perbedaan gender. Kekerasan terhadap perempuan belakangan ini diduga meningkat. Berbagai macam bentuk kekerasan menimpa perempuan, mulai yang ringan hingga yang berat (mengancam jiwa). Banyak sekali kekerasan terjadi pada perempuan yang ditimbulkan oleh adanya stereotype gender. Perbedaan gender dan sosialisasi gender yang amat lama mengakibatkan kaum perempuan secara fisik lemah dan kaum lelaki umumnya kuat. Hal itu tidak menimbulkan masalah sepanjang anggapan lemahnya perempuan tersebut tidak mendorong dan memperbolehkan lelaki untuk bisa seenaknya memukul dan memperkosa perempuan. Banyak terjadi pemerkosaan justru bukan karena unsur kecantikan, melainkan karena kekuasaan dan stereotype gender yang dilabelkan pada kaum perempuan (Fakih, 1996b: 14-15).
    Berbagai macam dan bentuk kejahatan yang bisa dikategorikan kekerasan gender, di antaranya adalah sebagai berikut (Fakih, 1996a: 17-19): pemerkosaan, pemukulan dan serangan non fisik yang terjadi dalam rumah tangga, penyiksaan, prostitusi atau pelacuran, pornografi, sterilisasi dalam KB, kekerasan terselubung dengan memegang bagian dari tubuh perempuan, dan pelecehan sex.
    Sampai saat ini kita belum dapat menekan terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan. Mantan Meneg Pemberdayaan Perempuan Khofifah Indar Parawansa pernah mengatakan bahwa tingkat kekerasan yang dialami perempuan Indonesia cenderung tinggi. Sekitar 24 juta perempuan atau 11,4 persen dari total penduduk Indonesia pernah mengalami tindak kekerasan (Jawa Pos, 30 April 2003).
    Mengacu pada kondisi faktual perempuan di atas, maka penting bagi laki-laki maupun perempuan untuk memiliki kesadaran gender (gender awareness) dan kepekaan gender (gender sensitivity). Pada tingkat praktis, beberapa argumentasi penting analisis gender meliputi aspek-aspek; Pertama, perempuan dan laki-laki memiliki akses yang berbeda terhadap berbagai sumber penghidupan. Kedua, perempuan dan laki-laki memiliki kontrol yang berbeda ter-hadap berbagai sumber penghidupan. Ketiga, terhadap perbedaan dalam tingkat partisipasi perempuan dan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan sosial. Keempat, berbagai program pembangunan memiliki dampak yang berbeda bagi perempuan dan laki-laki. Dengan kata lain, perempuan dan laki-laki “diuntungkan” atau “dirugikan” dengan cara yang berbeda dalam berbagai aspek kehidupan.
    Analisis gender pada umumnya berupaya memahami pokok persoalan ketimpangan relasi gender, yakni pada sistem dan struktur sosial yang tidak adil yang merugikan salah satu pihak. Dalam kasus kekerasan, perempuan adalah pihak yang lebih banyak dirugikan berkaitan dengan sistem dan struktur sosial tersebut.

    Sebab Kekerasan Terhadap Perempuan dan Cara Pemecahannya

    Sebab-sebab tindak kekerasan terhadap perempuan begitu komplek. Faktor sosial yang menyebabkan ternjadinya kekerasan terhadap perempuan antara lain berupa : (Hofeller dalam Fentiny Nugroho & Yuliarto Nugroho, 1991: 18-19)
    Sanksi Sosial. Adalah suatu kenyataan bahwa sanksi sosial cukup mempengaruhi terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Yang dimaksud dengan sanksi ini, misalnya: diijinkannya menempeleng isteri untuk hal-hal tertentu. Berbeda dengan mitos, ada studi yang menunjukkan bahwa makin tinggi pendidikan dan penghasilan res-ponden, makin mungkin diijinkannya agresi fisik antara suami-isteri.
    Model peranan berdasarkan jenis kelamin. Di dalam masyarakat tampaknya masih terdapat nilai yang cukup kuat bahwa wanita harus tunduk, memahami dan selalu adaptasi pada suaminya. Hanya jika wanita menyerahkan hidupnya pada suaminya dan melayaninya dengan baik, maka ia menjadi begitu indah di mata suami dan masyarakat. Jadi, wanita itu bernilai jika ia mengabdikan diri sepenuhnya pada suami dan anak-anak.
    Jalan keluar, pemecahan masalah gender dalam tindak kekerasan terhadap perempuan perlu dilakukan secara serempak, baik upaya yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Dari segi pemecahan praktis jangka pendek, dapat dilakukan upaya program aksi yang melibatkan perempuan agar mereka mampu menghentikan masalah mereka sendiri, seperti kekerasan, pelecehan dan berbagai stereotype terhadapnya. Mereka sendiri harus mulai memberikan pesan penolakan secara jelas kepada pelaku yang melakukan kekerasan dan pelecehan agar kegiatan kekerasan dan pelecehan tersebut terhenti.
    Sementara usaha perjuangan strategis jangka panjang perlu dilakukan untuk memperkokoh usaha praktis tersebut. Perjuangan strategis ini meliputi berbagai peperangan ideologis di masyarakat. Bentuk-bentuk peperangan tersebut misalnya, dengan melancarkan kampanye kesadaran kritis dan pendidikan umum masyarakat untuk meng-hentikan berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan. Upaya strategis lain perlu melakukan studi tentang berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan untuk selanjutnya dipakai sebagai advokasi guna merubah kebijakan, hukum dan aturan pemerintah yang dinilai tidak adil terhadap kaum perempuan (fakih, 1996b: 22-24).
    Menghentikan ketidakadilan gender dalam aspek kekerasan terhadap perempuan, berarti mengangkat kepentingan perempuan dan membuat mereka lebih berdaya, hal ini merupakan bagian dalam rangka mengangkat harkat dan martabat perempuan.

    Pembedaan laki-laki dan perempuan sesungguhnya tidak menjadi masalah. Perbedaan tersebut menjadi masalah ketika menghasilkan ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan.

  15. Nama : Rachmi Juanita
    NIM : BID090106
    Prodi : Pendidikan IPS
    Mata kuliah : Study Gender

    Menelusuri paham kesetaraan studi gender dalam agama
    Henri Shalahuddin gerakan feminism ini memiliki 3 bentuk pandangan terhadap alkitab:
    1. Bentuk radikal yang menolak seluruh wibawa alkitab, karena alkitab dihasilkan oleh kaum laki-laki untuk meneguhkan dominasinya terhadap kaum wanita.
    2. Berntuk neo ortodok yang menerima alkitab sebatas sebagai wahyu dan fungsinya sebagai pelayanan, paling tidak sejauh alkitab berpihak pada kaum tertindak dan wanita.
    3. Berbentuk kritis yang berusaha mengungkapkan kesetaraan posisi dan peran-peran murid prp dlm kehidupan esus dan jemaat2 paulinius. Kesetaraan status banyak tersembunyi dalam teks perjanjian baru dan semakin kabur dengan budaya patriatik.
    lalu henri juga mengutip beberapa ayat alkitab yang secara tekstual cenderung menindas perempuan, diantaranya:
    1. larangan bagi perempuan untuk mengajar dan memerintah laki-laki
    2. perempuan dipersalahkan karena dialah yang terlebih dulu terbujuk makan buah terlarang
    3. anak keturunan perempuan menerima kutukan tuhan atas rayuan hawa kepada adam
    firmannya kepada perempuan itu: susah payahmu waktu mengandung akan kubuat sangat banyak dengn kesakitan engkau akan melahirkan anakmu namun engkau akan berahi suamimu dan ia akan berkuasa atasmu (tdk ada hak bagi perempuan berbicara dalam gereja).
    Menurut JJ Rousseau misalnya menggambarkan perempuaan sebagai makhluk yang tolol, sembrono dan dilahirkan untuk melengkapi laki-laki, termasuk declaration of the right of man and of the citizen yang menjelaskan tentang kewarganegaraan perancis pasca revolusi 1789 ditengarai gagal memberikan status yang sah terhadap perempuan.
    Dalam hal ini mereka terkesan tidak peduli dgn kondisi yang berbeda antara masyarkat barat dengan masyarakat islam. Dalam islam sendiri tidak pernah ada tuntutan kesetaraan gender seperti yang terjadi sekarang karena islam telah menempatkan kedudukan perempuan sebagaimana fitrahnya. Bahkan jika dilihat dari sejarah justru islam satu-satunya agama yang memberikan kedudukan terhormat kepada wanita.
    Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki mendatangi Umar ibn al-Khattab r.a, hendak mengadukan akhlak isterinya. Sesampainya di sana, dia berdiri menunggu di depan pintu. Tiba-tiba dia mendengar isteri Umar sedang ngomel-ngomel memarahi beliau. Umar pun hanya terdiam, tidak membalas omelan isterinya. Lelaki itu pun pulang dan berkata pada dirinya: “Jika saja seorang Amirul Mukminin seperti ini, lalu bagaimana dengan diriku?” Tidak lama berselang, Umar keluar dan melihat lelaki itu sedang meninggalkan rumahnya, lalu memanggilnya: “Apa keperluanmu?!” Dia menjawab: “Wahai Amirul Mukminin, saya datang bermaksud untuk mengadukan akhlak isteriku yang suka memarahiku kepadamu. Lalu aku mendengar isterimu tengah memarahimu. Maka aku berkata pada diriku sendiri: “Jika Amirul Mukminin saja sabar menghadapi omelan isterinya, lalu kenapa saya harus mengeluh?” Maka Umar berkata: “Wahai saudaraku, sesungguhnya saya bersabar, karena memang isteriku mempunyai hak atasku. Dialah yang telah memasak makanan buatku, mencuci pakaianku dan menyusui anakku, padahal kesemuanya itu tidak diwajibkan atasnya. Di samping itu, dia telah mendamaikan hatiku untuk tidak terjerumus kedalam perbuatan yang diharamkan. Oleh karena itu, aku bersabar atas segala pengorbanannya”. “Wahai Amirul Mukminin, isteriku pun demikian”, kata lelaki tadi. Maka Umar pun menasehatinya: “Bersabarlah wahai saudaraku, karena omelan istrimu itu hanyalah sebentar”.Demikianlah kedudukan perempuan dalam Islam, sehingga sang khalifah pun memberikan suri tauladan yang baik dalam berinteraksi dengan mereka.
    Namun ternyata tidak sedikit umat Islam yang tidak perduli dengan teladan yang diberikan tokoh-tokoh terkemuka umat Islam dan justru terkesima dengan paham-paham yang berasal dari Barat. Paham feminisme dan kesetaraan gender misalnya, yang merupakan respon atas kondisi lokal terkait dengan masalah politik, budaya, ekonomi dan sosial yang dihadapi masyarakat Barat dalam menempatkan perempuan di ruang publik, justru marak didengung-dengungkan di dunia Islam. Padahal umat Islam memiliki tradisi, khazanah keilmuan dan latar belakang permasalahan yang berbeda dengan Barat. Ini tentu tidak terlepas dari hegemoni Barat, yang memang pada zaman ini menjadi sebuah kawasan yang sedang maju dalam bidang teknologi, persenjataan dan pembangunan fisik-empirik lainnya, sehinga mempengaruhi kawasan-kawasan yang belum maju. Hal ini sudah menjadi sunnatullah bahwa pihak yang kalah akan meniru yang menang, sebagaimana disindir oleh Ibnu Khaldun (1332-1406M) dalam pernyataannya: “Si Pecundang akan selalu meniru pihak yang mengalahkannya, baik dalam slogan, cara berpakaian, cara beragama, gaya hidup serta adat istiadatnya”.
    Derasnya arus globalisasi budaya, menyebabkan gerakan feminisme di Barat menyebar cepat ke seluruh pelosok dunia. Feminisme atau paham kesetaraan gender semakin kuat pengaruhnya, terlebih setelah digelarnya Konferensi PBB IV tentang perempuan di Beijing tahun 1995. Di Indonesia, hasil konferensi tersebut dilaksanakan oleh para feminis, baik melalui lembaga pemerintah, seperti tim Pengarusutamaan Gender DEPAG, Departemen Pemberdayaan Perempuan, maupun melalui LSM-LSM yang kian menjamur. Di ranah pendidikan tinggi, telah didirikan institusi-institusi Pusat Studi Wanita (PSW/PSG). Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dalam http://www.mennegpp.go.id, melaporkan jumlah PSW hingga tahun 2005 telah mencapai 132 di seluruh universitas di Indonesia. Feminisme pun seolah-olah telah menjadi global theology dan semakin mengakar pengaruhnya di Indonesia setelah masuk dalam 10 program PKK dan diresmikannya UU Pemilu 2003 Pasal 65 Ayat 1 yang menyatakan batas minimal keterwakilan perempuan sebagai anggota DPR/DPRD dari setiap partai adalah 30%.

  16. Saya heran, bagaimana bisa orang pintar seperti anda tidak dijadikan pengurus negeri ini…??
    Andaikan saja seorang pemimpin itu seperti anda, tegas, berwibawa, kharisma, agamais, makmurlah sudah negeri ini…

  17. feminisme

    Gerakan Feminisme
    1. Pergerakan paling awal ditemukan pada abad16 oleh cristine de pizan beliau menulis ketidak adilan yang dialami oleh perempuan
    2. Tahun 1800an gerakan feminisme merupakan pergerakan yang cukup signifikan oleh Susan dan elizabeth yang telah memperjuangkan hak-hak politik, yaitu hak untuk memilih.
    3. Tahun 1759-1797 menggunakan kata hak. Yaitu oleh Mary Wollstonecraft, yang isinya berupa adanya pembodohan terhadap perempuan yang disebabkan oleh tradisi masyarakat yang menjadikan perempuan sebagai mahluk yang tersubordinasi.
    4. Abad ke 20 (1949) lahirnya karya Simone de Beauvior ”le Deuxieme Sexs” ditemukannya istlah kesetaraan
    5. Tahun 1960an mulai menggunakan istilah penindasan dan pembebasan
    6. Tahun 1960-1970, bahwa perubahan sosial yang luar biasa di dunia barat tentang perempuan (lahirnya undang-undang yang menguntungkan perempuan).
    7. Tahun 1970-1980 bahwa wacana feminisme bermunculan di Amerika Latin, Asia dan negara-negara didunia

    Teori Feminisme
    Gelombang ke 1
    1. Feminisme Liberal: menekankan pada hak individu (hak bagi kaumliberal harus diprioritaskan lebih tinggi dan kebaikan.
    2. Feminisme Radikal: memfokuskan pada permasalahan ketertindasan perempuan (hak memilih)
    3. Feminisme Marxis/sosialis: menekankan pada penindasan gender dan kelas, marxis menekankan pada masalah kelas sbgi penyebab perbedaan fungsi dan status perempuan
    Gelombang ke 2
    1. Feminisme Eksistensial: melihat ketertindasan perempuan dari beban reproduksi yang ditanggung perempuan sehingga tidak mempunyai posisi tawar bagi laki-laki
    2. Feminisme Gynosentris: melihat ketertindasan perempuan dari perbedaan fisik antara laki-laki dan perempuan yang menyebabkan perempuan lebih inferior dari pada laki-laki
    Gelombang 3
    1. Feminisme post modern: menggali persoalan aliensi perempuan seksual, psikologis dan sastra dengan bertumpu pada bahasa sebagai sebuah sistem
    2. Feminisme multikultural: melihat ketertindasan perempuan sebgai suatu definisi dan tidak melihat ketertindasan yang terjadi pada kelas dan ras, referensi soaial, umur, agama, pendidikan, dan kesehatan.
    3. Feminisme Global: menekankan pada ketertindasan dalam konteks perdebatan antara feminisme di dunia yang sudah maju dan feminisme di dunia yang sedang berkembang
    4. Ekofeminisme: berbicara tentang ketidakadilan perempuan dalam lingkungan, berangkat dari adanya ketidakadilan yang dilakukan manusia terhadap manusia dan alam.

    Implementasi Teori Feminisme
    1. Bertujuan untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam berbagai kehidupan
    2. Aplikasi teori feminisme dalam pembangunan adalah dengan dikembangkannya alat analisis berperspektif feminisme yang dikenal dengan teknik analisis gender (TAG).

    Isu-isu ketidakadilan gender
    1. Bidang politik
    2. Agama
    3. Hukum
    4. Media massa
    5. Ekonomi
    6. Kesehatan
    7. Pendidikan
    8. Perkembangan karier

  18. Restu, Mahasisa IPS UNIBBA
    Masalah gender

    Gender bisa dipertukarkan satu sama lain, gender bisa berubah dan berbeda dari waktu ke waktu, di suatu daerah dan daerah yang lainnya. Oleh karena itulah, identifikasi seseorang dengan menggunakan perspektif gender tidaklah bersifat universal. Seseorang dengan jenis kelamin laki-laki mungkin saja bersifat keibuan dan lemah lembut sehingga dimungkinkan pula bagi dia untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan pekerjaan-pekerjaan lain yang selama ini dianggap sebagai pekerjaan kaum perempuan. Demikian juga sebaliknya seseorang dengan jenis kelamin perempuan bisa saja bertubuh kuat, besar pintar dan bisa mengerjakan perkerjaan-pekerjaan yang selama ini dianggap maskulin dan dianggap sebagai wilayah kekuasaan kaum laki-laki. Disinilah kesalahan pemahaman akan konsep gender seringkali muncul, dimana orang sering memahami konsep gender yang merupakan rekayasa sosial budaya sebagai “kodrat”,
    Pembedaan laki-laki dan perempuan berlandaskan gender mungkin tidak akan mendatangkan masalah jika pembedaan itu tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities) baik bagi kaum laki-laki maupun bagi kaum perempuan. Meski ketidakadilan itu lebih banyak dirasakan oleh kaum perempuan, sehingga bermunculanlah gerakan-gerakan perjuangan gender.
    Ketidakadilan gender tersebut antara lain termanifestasi pada penempatan perempuan dalam stratifikasi sosial masyarakat, yang pada kelanjutannya telah menyebabkan kaum perempuan mengalami apa yang disebut dengan marginalisasi dan subordinasi.
    a. Marginalisasi
    Proses marginalisasi, yang merupakan proses pemiskinan terhadap perempuan, terjadi sejak di dalam rumah tangga dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga laki-laki dengan anggota keluarga perempuan. Marginalisasi juga diperkuat oleh adat istiadat maupun tafsir keagamaan. Misalnya, banyak diantara suku-suku di Indonesia yang tidak memberi hak kepada kaum perempuan untuk mendapatkan waris sama sekali atau hanya mendapatkan separuh dari jumlah yang diperoleh kaum laki-laki.
    j. Kerja domestik tidak dihargai setara dengan pekerjaan publik.
    k. Perempuan sering tidak mempunyai akses terhadap sumber daya ekonomi,waktu luang dan pengambilan keputusan.
    l. Perempuan kurang didorong atau memiliki kebebasan kultural untuk memilih karir daripada rumah tangga atau akan mendapat sanksi sosial.
    m. Perempuan sering mendapat upah yang lebih kecil dibanding lelaki untuk jenis pekerjaan yang setarae.
    n. Perempuan sering menjadi korban pertama jika terjadi PHKf.
    o. Izin usaha perempuan harus diketahui ayah (jika masih lajang & suami jikasudah menikah, permohonan kredit harus seizin suamig.
    p. Pembatasan kesempatan di bidang pekerjaan tertentu terhadap perempuanh.
    q. Ada beberapa pasal hukum dan tradisi yang memperlakukan perempuantidak setara dengan laki-laki : harta waris, gono-gini, dst.i.
    r. Kemajuan teknologi sering meminggirkan peran serta perempuan.

    b. Subordinasi atau penomorduaana.

    Pandangan berlandaskan gender juga ternyata bisa mengakibatkan subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional berakibat munculnya sikap menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting.
    Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya.
    Salah satu konsekuensi dari posisi subordinat perempuan ini adalah perkembangan keutamaan atas anak laki-laki. Seorang perempuan yang melahirkan bayi laki-laki akan lebih dihargai daripada seorang perempuan yang hanya melahirkan bayi perempuan. Demikian juga dengan bayi-bayi yang baru lahir tersebut. Kelahiran seorang bayi laki-laki akan disambut dengan kemeriahan yang lebih besar dibanding dengan kelahiran seorang bayi perempuan.
    Subordinasi juga muncul dalam bentuk kekerasan yang menimpa kaum perempuan. Kekerasan yang menimpa kaum perempuan termanifestasi dalam berbagai wujudnya, seperti perkosaan, pemukulan, pemotongan organ intim perempuan (penyunatan) dan pembuatan pornografi.
    g. Masih sedikit perempuan yang berperan dalam level pengambil keputusandalam organisasi / pekerjaanb.
    h. Perempuan yang tidak menikah atau tidak punya anak dianggap lebihrendah secara sosial sehingga ada alasan untuk poligami.c.
    i. Perempuan dibayar sebagai pekerja lajang atau bahkan dikeluarkan karenaalasan menikah atau hamil,.
    j. Ada aturan pajak penghasilan perempuan lebih tinggi dari laki-laki karenaperempuan dianggap lajang..
    k. Beberapa pasal hukum tidak menganggap perempuan setara dengan laki-laki misalnya : pendirian izin usaha, pengelolaan harta (suami wajibmengemudikan harta pribadi isteri).
    l. Dalam materi pendidikan agama Islaam tentang hukum waris masih menjdisebuah fenomena

    c. Stereotype (pelabelan negative) terhadap jenis kelamin tertentu, terutama kaum perempuan dan akibat dari stereotype itu terjadi diskriminasi serta berbagai ketidakadilan lainnya. Dalam masyarakat banyak sekali stereotype yang dilabelkan pada kaum perempuan yang akibatnya membatasi, menyulitkan, memiskinkan dan merugikan kaum perempuan. Semua bentuk ketidakadilan gender diatas sebenarnya berpangkal pada satu sumber kekeliruan yang sama, yaitu stereotype gender laki-laki dan perempuan.Stereotype itu sendiri berarti pemberian citra baku atau label/cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat.Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok lainnya.
    d. Kekerasan (violence) terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan, karena perbedaan gender. Kekerasan di sini mulai dari kekerasan fisik seperti pemerkosaan dan pemukulan, sampai kekerasan dalam bentuk yang lebih halus seperti pelecehan.

    Gender Dalam Masalah Kekerasan Terhadap Perempuan
    Pemahaman terhadap konsep gender sangat diperlukan mengingat dengan konsep ini telah lahir suatu analisis gender. Analisis gender dalam sejarah pemikiran manusia tentang ketidakadilan sosial dianggap suatu analisis baru, dan mendapat sambutan akhir-akhir ini. Analisis gender merupakan analisis kritis yang mempertajam dari analisis kritis yang sudah ada, seperti analisis kelas oleh Karl Marx, analisis hegemony ideologi oleh Gramsci, analisis kritis (Critical Theory) dari mazhab Frankfurt, dan analisis wacana oleh Fucoult. Tanpa analisis gender kritik mereka kurang mewakili semangat pluralisme yang diimpikan. Tanpa mempertanyakan gender terasa kurang mendalam (Fakih, 1996a: 4-5).
    Peran gender yang berbeda juga menimbulkan ketidakadilan, terutama bagi perempuan. Diantara beberapa manifestasi ketidakadilan yang ditimbulkan oleh adanya asumsi gender adalah tindak kekerasan terhadap perempuan. Berikut akan diuraikan dari aspek terjadinya kekerasan terhadap perempuan disertai analisis dari temuan penelitian.
    Kekerasan (violence) terhadap perempuan karena adanya perbedaan gender. Kekerasan terhadap perempuan belakangan ini diduga meningkat. Berbagai macam bentuk kekerasan menimpa perempuan, mulai yang ringan hingga yang berat (mengancam jiwa). Banyak sekali kekerasan terjadi pada perempuan yang ditimbulkan oleh adanya stereotype gender. Perbedaan gender dan sosialisasi gender yang amat lama mengakibatkan kaum perempuan secara fisik lemah dan kaum lelaki umumnya kuat. Hal itu tidak menimbulkan masalah sepanjang anggapan lemahnya perempuan tersebut tidak mendorong dan memperbolehkan lelaki untuk bisa seenaknya memukul dan memperkosa perempuan. Banyak terjadi pemerkosaan justru bukan karena unsur kecantikan, melainkan karena kekuasaan dan stereotype gender yang dilabelkan pada kaum perempuan (Fakih, 1996b: 14-15).
    Berbagai macam dan bentuk kejahatan yang bisa dikategorikan kekerasan gender, di antaranya adalah sebagai berikut (Fakih, 1996a: 17-19): pemerkosaan, pemukulan dan serangan non fisik yang terjadi dalam rumah tangga, penyiksaan, prostitusi atau pelacuran, pornografi, sterilisasi dalam KB, kekerasan terselubung dengan memegang bagian dari tubuh perempuan, dan pelecehan sex.
    Sampai saat ini kita belum dapat menekan terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan. Mantan Meneg Pemberdayaan Perempuan Khofifah Indar Parawansa pernah mengatakan bahwa tingkat kekerasan yang dialami perempuan Indonesia cenderung tinggi. Sekitar 24 juta perempuan atau 11,4 persen dari total penduduk Indonesia pernah mengalami tindak kekerasan (Jawa Pos, 30 April 2003).
    Mengacu pada kondisi faktual perempuan di atas, maka penting bagi laki-laki maupun perempuan untuk memiliki kesadaran gender (gender awareness) dan kepekaan gender (gender sensitivity). Pada tingkat praktis, beberapa argumentasi penting analisis gender meliputi aspek-aspek; Pertama, perempuan dan laki-laki memiliki akses yang berbeda terhadap berbagai sumber penghidupan. Kedua, perempuan dan laki-laki memiliki kontrol yang berbeda ter-hadap berbagai sumber penghidupan. Ketiga, terhadap perbedaan dalam tingkat partisipasi perempuan dan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan sosial. Keempat, berbagai program pembangunan memiliki dampak yang berbeda bagi perempuan dan laki-laki. Dengan kata lain, perempuan dan laki-laki “diuntungkan” atau “dirugikan” dengan cara yang berbeda dalam berbagai aspek kehidupan.
    Analisis gender pada umumnya berupaya memahami pokok persoalan ketimpangan relasi gender, yakni pada sistem dan struktur sosial yang tidak adil yang merugikan salah satu pihak. Dalam kasus kekerasan, perempuan adalah pihak yang lebih banyak dirugikan berkaitan dengan sistem dan struktur sosial tersebut.

    Sebab Kekerasan Terhadap Perempuan dan Cara Pemecahannya

    Sebab-sebab tindak kekerasan terhadap perempuan begitu komplek. Faktor sosial yang menyebabkan ternjadinya kekerasan terhadap perempuan antara lain berupa : (Hofeller dalam Fentiny Nugroho & Yuliarto Nugroho, 1991: 18-19)
    Sanksi Sosial. Adalah suatu kenyataan bahwa sanksi sosial cukup mempengaruhi terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Yang dimaksud dengan sanksi ini, misalnya: diijinkannya menempeleng isteri untuk hal-hal tertentu. Berbeda dengan mitos, ada studi yang menunjukkan bahwa makin tinggi pendidikan dan penghasilan res-ponden, makin mungkin diijinkannya agresi fisik antara suami-isteri.
    Model peranan berdasarkan jenis kelamin. Di dalam masyarakat tampaknya masih terdapat nilai yang cukup kuat bahwa wanita harus tunduk, memahami dan selalu adaptasi pada suaminya. Hanya jika wanita menyerahkan hidupnya pada suaminya dan melayaninya dengan baik, maka ia menjadi begitu indah di mata suami dan masyarakat. Jadi, wanita itu bernilai jika ia mengabdikan diri sepenuhnya pada suami dan anak-anak.
    Jalan keluar, pemecahan masalah gender dalam tindak kekerasan terhadap perempuan perlu dilakukan secara serempak, baik upaya yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Dari segi pemecahan praktis jangka pendek, dapat dilakukan upaya program aksi yang melibatkan perempuan agar mereka mampu menghentikan masalah mereka sendiri, seperti kekerasan, pelecehan dan berbagai stereotype terhadapnya. Mereka sendiri harus mulai memberikan pesan penolakan secara jelas kepada pelaku yang melakukan kekerasan dan pelecehan agar kegiatan kekerasan dan pelecehan tersebut terhenti.
    Sementara usaha perjuangan strategis jangka panjang perlu dilakukan untuk memperkokoh usaha praktis tersebut. Perjuangan strategis ini meliputi berbagai peperangan ideologis di masyarakat. Bentuk-bentuk peperangan tersebut misalnya, dengan melancarkan kampanye kesadaran kritis dan pendidikan umum masyarakat untuk meng-hentikan berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan. Upaya strategis lain perlu melakukan studi tentang berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan untuk selanjutnya dipakai sebagai advokasi guna merubah kebijakan, hukum dan aturan pemerintah yang dinilai tidak adil terhadap kaum perempuan (fakih, 1996b: 22-24).
    Menghentikan ketidakadilan gender dalam aspek kekerasan terhadap perempuan, berarti mengangkat kepentingan perempuan dan membuat mereka lebih berdaya, hal ini merupakan bagian dalam rangka mengangkat harkat dan martabat perempuan.

    Pembedaan laki-laki dan perempuan sesungguhnya tidak menjadi masalah. Perbedaan tersebut menjadi masalah ketika menghasilkan ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan.

  19. Yuliana.Anggraini

    PERAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI

    Saat ini perempuan Indonesia dinilai masih jauh tertinggal, dibandingkan dengan perempuan negara-negara maju lainnya. Indikator hal tersebut dapat dilihat dari tiga hal yaitu :
    1. Aspek ekonomi. Kaum perempuan Indonesia masih banyak yang berada dalam garis kemiskinan. Rendahnya pendapatan dan kurangnya akses dalam perekonomian membuat kaum perempuan Indonesia semakin terpuruk. Saat ini 4,7 juta perempuan di Indonesia masih menganggur. Masih kuatnya budaya patriarki juga menyebabkan ketimpangan sosial. Sehingga, kaum perempuan sulit mengakses pekerjaan, pendidikan dan aktualisasi diri.
    2. Aspek pendidikan. Dari jumlah perempuan pekerja di Indonesia sekitar 81,15 juta orang dan 56 persen atau 45,4 juta orang di antaranya hanya berpendidikan SD. Hanya 4,7 persen atau 3,8 juta yang berpendidikan akademi atau sarjana, data BPS tersebut juga menunjukkan bahwa banyak kasus anak perempuan terpaksa tidak bersekolah untuk mengurangi biaya pendidikan yang ditanggung keluarganya dan terpaksa masuk ke angkatan kerja mencari nafkah bagi keluarganya, dan lebih banyak anak perempuan usia sekolah yang bekerja dibandingkan anak laki-laki. Jumlah buta aksara perempuan masih 2 kali lipat dari laki-laki (perempuan 12,28%, laki-laki 5,48%) dan rata-rata lama bersekolah perempuan (7,1 tahun) lebih rendah daripada laki-laki (8,0 tahun). Jumlah sarjana perempuan yang masih di bawah 5%
    3. Aspek kesehatan. Derajat kesehatan kaum perempuan juga sangat memprihatinkan. Walaupun Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sudah menurun, namun ternyata masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN. AKI di Indonesia terakhir berada di angka 228/100.000 kelahiran hidup setelah sebelumnya sebesar 307/100.000 kelahiran hidup.
    Perempuan dan Pembangunan
    Pemerintah telah menerbitkan Inpres No. 9/2000 tentang Pengarus utamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, sebagai acuan memaksimalkan potensi perempuan dalam pembangunan. Dalam keluarga, kaum perempuan merupakan tiang keluarga, kaum perempuan akan melahirkan dan mendidik generasi penerus. Kualitas generasi penerus bangsa ditentukan oleh kualitas kaum perempuan sehingga mau tidak mau kaum perempuan harus meningkatkan kualitas pribadi masing-masing.
    Tidak mungkin akan terbentuk keluarga yang berkualitas tanpa meningkatkan kualitas perempuan. Kualitas pendidikan perempuan juga merupakan aspek yang sangat penting bagi pembangunan bangsa. Kaum perempuan harus berusaha meraih jenjang pendidikan setinggi mungkin. Peningkatan derajat kesehatan perempuan juga seiring dengan upaya peningkatan akses pendidikan, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana dan pelayanan kesehatan.
    Terlepas dari semua kekurangan dan keterbatasan perempuan Indonesia, saat ini perempuan Indonesia berbeda dengan perempuan Indonesia masa lalu. Bila dulu perempuan Indonesia beraktivitas hanya di sekitaran keluarga dan rumah tangga, kini bisa disaksikan bagaimana perempuan Indonesia berperan hampir dalam setiap bidang pekerjaan dan profesi.
    Bahkan, salah seorang presiden Indonesia adalah perempuan. Tidak sedikit pula yang berprofesi sebagai pimpinan dalam perusahaan atau lembaga. Hal ini menunjukkan bagaimana kualitas perempuan Indonesia, sesungguhnya tidak kalah dari kaum laki-laki. Oleh karena itu, optimisme akan pembangunan nasional dan daerah yang bertumpu pada semua pihak akan terselenggara dengan baik. Dukungan semua pihak tetap diperlukan, agar keseimbangan yang telah terjadi selama ini, dapat terus disempurnakan, saling mengisi dan memberikan kontribusi pada pembangunan daerah dan nasional.

Tinggalkan komentar